Dulu saat pertama aku bertemu
dengannya, dunia terasa begitu indah, semua terasa begitu sempurna. Senyumnya,
candanya, tawanya, sorot matanya, semua yang ada pada dirinya membuatku seakan
terhipnotis. Pesonanya membuatku seakan tak ingin berpaling darinya. Aku sering
curi-curi pandang padanya, walaupun aku tak dianggap olehnya, aku terima,
karena aku suka padanya. Cinta tak harus memiliki, bukankah begitu?
Pertemuan pertama kami dimulai saat
aku pertama kali masuk sekolah menegah pertama. Aku bingung karena aku tidak
memiliki teman yang dari daerah yang sama denganku. Ya, aku gadis dari desa
yang ingin meraih cita-cita dikota tempatku tinggal. Saat pertama kali aku memasuki kelas aku
duduk dengan seorang gadis tomboy yang kurasa memiliki tabiat yang sangat cuek,
ia bernama Rania Agata. Sempat aku bertanya dalam hati, apakah aku bisa akrab
denganya? Pasalnya, aku ini termasuk orang yang pemalu. Aku terlalu malu untuk
memulai sebuah perbincangan.
Saat semua anak sudah masuk kedalam
kelas aku mulai mengedarkan pandanganku, aku ingin melihat bagaimana wajah
teman-teman yang akan menjalani satu
tahun kedepan bersamaku. Setelah mengerdarkan pandanganku, aku merasa semuanya
normal. Hingga sosok itu, sosok seorang laki-laki yang menurutku sangat tampan
sedang bersenda gurau dengan teman disebelahnya. Aku memperhatikannya, entah
kenapa mataku tidak dapat berpaling darinya. Saat aku sedang memperhatikannya
tiba-tiba dia menoleh padaku, mata kami bertemu, dan alangkah senangnya ketika
dia memberikan seulas senyum padaku. Ah dunia terasa indah saat itu. Dalam hati
aku bertekad untuk bisa dekat dengannya, paling tidak bisa akrab dengannya.
Setelah kurang lebih dua bulan aku
sekolah di SMP-ku itu, aku mulai dekat dengannya. Dia bernama Hujan Rendi
Abrgizael, selama aku mengenalnya aku menangkap kesimpulan bahwa dia orang yang
ramah, tegas, bijaksana, dan sangat humoris, semua sifatnya itu semakin
membuatku kagum padanya.
Setiap hari aku selalu berkomunikasi
dengannya, terkadang hanya untuk sekedar menanyakan kabar. Dia perhatian
padaku, sering mengingatkanku untuk mengerjakan tugas, dan dia selalu membuat
atmosfir nyaman saat aku berkomunikasi dengannya. Semakin hari akau dan Hujan
semakin dekat, bahkan kami digosipkan berpacaran, aku sempat tersipu bila
diejek teman-teman seperti itu, aku selalu bereaksi (sedikit) berlebihan bila
teman-temanku mulai mengejekku dengan Hujan. Berbeda denganku, reaksi Hujan
saat aku digosipkan dengannya sangat tenang, bahkan terkesan acuh. Suatu hari
Hujan mengirim pesan padaku
“Lentera,
jangan hiraukan omongan teman-teman ya. Mereka tidak tau apa yang sebenarnya
terjadi. Mereka hanya sekedar berbicara dari apa yang mereka lihat. Mereka
tidak tau bahwa kita bersahabat.”
Aku
sempat kecewa membaca sms dari Hujan tadi. Ada rasa sedih saat mengetahui bahwa
ia menganggapku hanya sekedar sahabat. Tapi
aku segera menata hatiku dan menganggap bahwa mungkin ia hanya menjaga
pertemanan kami. Akupun membalas
“iya,
aku tidak mungkin menghiraukan omongan tidak penting seperti itu. Merekakan
tidak tau yang sebenarnya. Kita sahabat ya hujan J”, balasku dengan hati bergetar.
Kini hari berganti hari, bulan
berganti bulan. Dan tak terasa sudah hampir 1 tahun aku menyukai Hujan secara
diam-diam. Bahkan aku berhasil mengelabuhi teman-temanku dengan mengatakan
bahwa aku tidak akan pernah menyukai Hujan. Semua itu kulakukan karna aku takut
jika suatu saat teman-temanku mengetahui yang sebenarnya, mereka akan
memberitahukan pada Hujan. Aku tidak mau kedekatanku dengannya rusak hanya
karena Hujan tau bahwa aku menyukainya selama ini. Bahkan aku sudah mencoba
untuk melupakannya dan menganggap bahwa ia hanyalah temanku saja, tapi itu
sulit, rasa sukaku padanya sudah terlalu besar. Seberapapun aku memaksakan diri
untuk melupakannya, semakin kuat pula perasaan ini mengingatnya.
Suatu saat aku memutuskan untuk
menjauh darinya aku tidak ingin berlarut dalm perasaan yang tentu arahnya
seperti ini. Dan aku berhasil, kami menjadi jauh, hanya beberapa kali kami
berbicara, itupun saat aku kebetulan satu kelompok dengannya.
Saat aku sudah dapat sedikit
melupakannya, dia hadir kembali. Dia kembali mendekatiku, memberikan
perhatian-perhatian yang menurutku sangat membuatku tersanjung. Aku kembali di
ombang-ambingkan dengan perasaanku. Aku semakin bimbang. Aku berdoa kepada
Tuhan, jika memang dia bukan untukku aku rela jika Tuhan menjauhkannya, karena
semakin ia dekat denganku semakin sakit pula hati ini dibuatnya. Dan kesakitan
itu semakin bertambah saat aku mendengar dari si biang gosip Lenata bahwa Hujan
baru saja jadian dengan sahabatku Renata, aku sangat terkejut, kecewa, sedih,
marah, semua emosi seakan berkecamuk dalam hatiku. Aku ingin marah pada sahabtku
Renata, tapi aku tak bisa menyalahkannya karena ia pun tidak mengetahui
perasaanku pada Hujan. Aku juga ingin marah pada Hujan, aku ingin menanyakan apa
maksut dari semua perhatiannya, aku ingin menanyakan apa maksut dari semua ini.
Aku sangat sedih, semua terasa salah saat itu. Semua terasa memuakan, semua
terasa menyakitkan. Untuk beberapa hari aku mencoba menghindari Renata dan
Hujan. Tapi gagal, Hujan setiap hari selalu mengirimiku sms, dia selalu
bercerita tentang Renata, dia bahkan bercerita bagaimana bahagianya dia saat cintanya
diterima oleh Renata. Dan tanpa Hujan ketahui, hatiku sakit karnanya, karena
semua cerita-seritanya, semua tawanya, dan aku kecewa bahwa cintanya,
bahagianya, senyumnya, dan tawanya bukan karena aku, tetapi karena sahabatku
Renata.
Semenjak berita jadinya Renata dan
Hujan aku semakin merasa bahwa memang aku dan Hujan bukan tercipta untuk
bersama. Dan aku mulai mengikhlaskan Hujan untuk Renata, mungkin Hujan lebih
baik dengan Renata, ketimbang denganku, dengan gadis biasa yang tak mempunyai
kelebihan menarik apa-apa, dan hanya seorang gadis pemalu yang dengan teguhnya
menyimpan semua perasaanya pada lelaki yang dekat namun jauh darinya, dan
dengan bodohnya mengira bahwa perhatian yang diberi laki-laki itu adalah sebuah
sinyal istimewa yang hanya diperuntukan untuknya. Sungguh tragis. Lelaki yang
selama ini kukagumi, ku cintai, dan kudambakan dalam hati kini telah menjadi
kekasih sahabat terbaikku. Mungkin sekarang dunia sedang menertawaiku karena
kebodohanku, tapi aku berusaha untuk tetap tegar dan berusaha terlihat bahwa
aku ikut bahagia atas mereka. Dan aku memegang prinsip bahwa tuhan tidak pernah
memberikan apa yang kita inginkan, tetapi tuhan selalu memberikan apa yang kita
butuhkan. Tuhan kali ini tidak memberikan Hujan untukku, karena mungkin aku
tidak membutuhkan Hujan, mungkin tuhan telah menyiapkan seseorang lain yang aku
Butuhkan. Ya, aku percaya semua itu.
Sekarang aku ingin mengucapkan
terimakasih kepada Hujan atas luka yang diberinya. Semoga luka ini membuatku
lebih dewasa, dan lebih membantuku untuk melepas dan merelakan Hujan dengan
Renata. Aku rela bila hatiku hancur, hatiku terluka, aku rela. Sungguh aku
rela, asalkan aku tetap dapat melihat senyum Hujan terus, dan aku tidak melihat
kesedihan dalam wajahnya lagi. Semoga mereka bahagia. Dan semoga suatu saat
jika Hujan tau perasaanku yang sebenarnya, dia tidak berubah benci padaku.
Biarkan luka ini cukup aku saja yang tau, biar aku saja yang merasakannya. Aku
rela. Semoga kamu bahagia selalu ya Hujan, semoga tidak melupakanku bila suatu
saat nanti kita berpisah, dan semoga kamu menjadikanku kenangan yang mungkin
cukup penting untuk kamu ingat, walau aku tak berharap banyak. Aku akan selalu
menunggumu dalam diam, aku akan selalu mengagumimu dalam bayangmu. Kamu yang
selalu ada dalam jiwaku, semoga kamu bahagia selalu.
Tuhan
jika memang aku tak Engkau perbolehkan bersamanya
Aku rela
Tuhan
Sungguh
aku rela
Melihat
senyumnyapun sudah membuatku bahagia
Cinta
ini..
Rasa
ini..
Luka
ini..
Biar aku
yang rasakan tuhan..
dia tak
perlu tau
karna
dia tak kan pernah tau
aku sang
pendamba dibalik awan
merindukan
bulan yang gemerlap
dalam
diam dalam senyap dan dalam kesendirian..
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar